Sabtu, 31 Juli 2010

I Love You, Om...

Gaza:
Kadang-kadang, hidup seperti ular tangga, dan waktu seperti kocokkan dadu yang keluar secara acak dan mempertemukan dua serdadu dalam satu kotak. (Hal. 37)

***



Dion:
Benarkah hidup serangkaian kebetulan belaka?
Pertanyaan yang lebih penting: benarkah serangkaian kebetulan itu adalah setumpukkan keping pazel yang menyusun skenario tertentu? Lantas, jika ya, apakah manusia punya pilihan-pilihan?
...aku rasa tidak. Tapi ini baru kesimpulan sementara. (Hal. 39)

***



"Halo, Dion?" Tak ada jawaban. "Kenapa Dion nggak pernah main ke tempat Om lagi?" Masih tak ada jawaban. "Om kangen, nih."
Terdengar helaan nafas kesal.
"Males." Gaza tersenyum mendengar suara setengah merajuk itu.
"Kok males?"
"Ya males aja! Emang nggak boleh?"
"Doo, galak amat. Om punya film-film baru, nih. Bagus-bagus. Besok Minggu ke rumah Om, ya? Kita nonton bareng. OK?" Masih diam. Gadis kecil itu masih merajuk rupanya. "Kok diem? Dion nggak mau? Lagi sibuk, ya? Om Gaza bikin sebel, ya?" rayunya.
"Ya...nggak juga, sih." Suara itu melemah. Gaza tersenyum geli. "Tapi kamu emang bikin sebel!" sentak Dion. Kali ini Gaza tak bisa menahan tawa.
"Ya udah... Om minta maaf, deh. Sebagai permintaan maaf, Om mengundang Dion untuk nonton gratis film-film bagus di rumah Om, besok Minggu. Dion mau, kan?" gadis kecil itu terdiam lagi. "Huhuhu, yang diajak nggak mau. Ya udah deh, kalo gitu besok Minggu Om mau ngajak..."
"Mau, mau!" sambar Dion cepat. Gaza terkekeh.
"Nah, gitu dong. Sekarang jangan cemberut lagi, ya. Om tunggu besok Minggu. Jangan lupa bawa makanan ya, Dion. Yang banyak."
"Yee, curang! Harusnya kamu dong yang nyediain makanan!" tukas Dion setengah tertawa.
Atmosfer ruangnya yang sumuk pun tiba-tiba terasa sejuk. (Hal. 87-88)



Cinta memang tak punya mata...
Tapi kita harus punya mata...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar