Selasa, 16 Juni 2009

Rumah Untukku

“Bolehkah aku temani berteduh?”

Sejenak kau menatapku
Dengan seulas senyum di bibir kau katakan, “Tentu saja.”

Tak berapa lama kau saksikan air mataku luruh bersama derasnya hujan

“Hari yang melelahkan tampaknya”, katamu

“Maaf.”

“Untuk apa?”, tanyamu

“Harus kau saksikan tangisku.”

Kau hanya tersenyum tanpa melepaskan tatapanmu padaku
Tak butuh waktu lama untuk melihat ketulusan yang menyamankan di sana

”Aku telah menjadi karang untuk seseorang. Berusaha berikan kenyamanan agar ia tak sempat berpikir untuk pergi. Aku selalu terima keadaannya, menerima tangis-tawanya, kuat-lemahnya. Bahkan aku rela menjadi tameng bagi rapuh hatinya. Kupikir ia paham itu.”

Tak ada suara selain derasnya hujan malam itu
Kau biarkan aku larut dalam kepedihanku, tanpa sejengkalpun kau menjauh

Saat habis tangisku dan reda hujan di malam itu
Kau ulurkan tanganmu,
”Bolehkah aku jadi rumahmu?”

Lekat kutatap indah matamu
Masih, kulihat ketulusan yang menyamankan
Aku merasa pulang

”Mungkin”, kataku pada akhirnya

”Bagiku itu berarti iya.”

Kau lihat senyum di bibirku

”Tak perlu lagi kau meminta ijin untuk berteduh, Perempuanku.”

5 Juni 2009

2 komentar:

  1. dan di sisi Lain di kotamu
    beranak pinak burung dara Lagukan suara yang tak parau
    Di paksakannya derai irama lembut Lagunya mengimbangi suara hujan yang terdengar tak Lagi merdu di telingamu
    Sejenak anak2nya berpikir untuk segera terbang,, namun hari hujan
    Sejenak mereka ingin bernyanyi,,namun tak ada Lagi suara yang berbunyi
    Riuh redam hujan akhirnya berhenti di suati titik bernama mati
    Dan LihatLah,,senyum sang burung terkembang saat engkau menemukan rumah untukmu
    Sesaat terlintas,, suatu saat dia akan mengajak anak2nya terbang,,menyanyikan irama syahdu
    Bukan ocehan,,atau sekedar ceLoteh
    tapi nyanyian,, karena burung dara itu,, turut berbahagia untukmu.....

    BalasHapus
  2. Terima kasih... Terima kasih, kata perempuan itu =)

    BalasHapus