Rabu, 25 November 2009

Mereka Membencinya

"Aku benci dia."

"Siapa?"



"Gadis itu."

"Dia?"



"Ya."

"Kenapa?"



"Aku memang membencinya. Masa kau tak tahu?"

"Tidak. Apa alasanmu membencinya?"



"Entah. Mungkin terkesan aneh, tapi aku memang membencinya."

"Karena aku?"



"Bukan. Jauh sebelum hari itu aku sudah membencinya."

"Hmm..."



"Ada dendam."

"Dendam?"



"Ya, rasanya aku mendendam, dan bukan hanya aku."

"Siapa lagi?"



"Ia juga membencinya."

"Benarkah bukan karena aku kalian membencinya?"



"Bukan... Hey, tak pernahkah kau membencinya?"

"Entahlah..."



"Bahkan sejak hari itu?"

"Memang ada yang berubah sejak hari itu."



"Mungkin tanpa sadar kau juga membencinya."

"Aku tak tahu."



"Berhentilah tak mau tahu!"

"Banyak hal yang tak kau tahu."



"Apa?"

"Banyak hal yang telah terjadi padaku, pada kami."



"Sejak hari itu?"

"Mungkin semua bermula jauh sebelum hari itu."



"Dan kau tetap tak membencinya?"

"Kenapa kau terus mengatakan benci?? Apakah benci yang kau rasakan untuknya menghasilkan sesuatu?"



"Setidaknya aku puas bisa membencinya."

"Begitukah?"



"Ya!"

"Hmm... Entahlah, sepertinya bukan benci yang aku rasakan untuknya. Aku tak mengerti apa namanya. Kau dan mereka tak pernah tahu bukan, setiap kali aku melihatnya, ada sesak yang aku rasakan, ada rentetan kenangan yang terasa semakin menyayat seiring waktu berjalan. Bagaimana dia bisa begitu vokal menyatakan apa yang dirasakannya dan mendapat perhatian sebegitu besar. Dan aku, entah mengapa, merasa tak sekali pun perasaanku dijaga."



"Kenapa kau tak pernah cerita?"

"Mungkin memang terlalu banyak hal yang ingin kucoba mengerti sendiri, dan aku melakukannya bukan tanpa alasan."



"Mungkin kau memang tak membencinya, tapi sudah pasti hatimu sakit karenanya. Dan apa kau tahu? Wajar jika kau merasakan sakit itu."

"..."


25 November 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar