"Entahlah. Toh jika aku tak katakan padamu tentang topeng kertasku, kau dan seluruh dunia tak akan pernah tahu, kan?"
"Mungkin... Apa kau benar-benar akan menyimpannya sendirian?"
"Yap. Hingga aku tak bisa lagi temukan cara menghadapinya sendirian."
"Menangislah jika kau ingin menangis."
"Apa itu menyembuhkan?"
"Setidaknya sedikit melegakan."
"Hmm... Sudahlah, aku sudah menangis dengan caraku."
***
"Sesuatu telah sangat menyakitiku."
"Apa kau akan membiarkan dirimu terus merasakan sakit itu?"
"Tidak. Tapi bagaimana cara menghilangkannya?"
"Bersyukurlah."
"Apa kau tahu, tak mudah melakukannya ketika kita sedang benar-benar patah?"
"Cobalah."
***
"Menyakitkan. Rasa sakit ini sudah sangat menyesakkan. Pernahkah kau merasakannya?"
"Ya."
"Padahal mungkin ini hanya karena aku kecewa terhadap kenyataan yang tak seperti harapanku."
"Hmm... Tapi sakit, tetaplah sakit, bukan?"
"Begitulah."
"Rasa sakit telah berulang kali menamparku. Mungkin kau tak pernah tahu, karena aku tak berteriak. Aku menghadapinya dalam diam. Terkadang aku menangis dalam hujan. Hanya untuk mengurangi sesak yang sudah tak bisa lagi terbendung. Pernah, rasa sakit dengan keras menamparku. Aku berharap bisa meneriakkannya untuk sedikit membuang penat yang terasa. Tak pernah ada suara yang keluar. Saat itu, aku benar-beanr berharap bisa menangis. Tapi tak ada setetes pun air mata yang keluar."
"Itu yang aku rasakan sekarang."
"Aku pernah berada di sana, di tempat sekarang kau berada. Keadaannya memang tak persis sama. Tapi tak lihatkah kau bahwa sekarang aku baik-baik saja?"
"Kebanyakan orang, terlena dan menyerah dalam sakit itu. Tapi pada dasarnya, setiap orang ingin merasakan kebahagiaan."
***
"Bersyukurlah. Wong urip ki sawang-sinawang. Jangan biarkan hal-hal yang menyakitkan itu mengontrol pikiranmu. Hidup terlalu indah untuk dihabiskan demi hal-hal macam itu."
"Terima kasih telah mengajariku hal ini."
***
"Kenapa Allah tak pernah memberikan apa yang aku minta?"
"Percayalah, Allah tahu yang terbaik buat kita. Kadang, kita bertanya-tanya kenapa semua yang kita inginkan tak pernah kita dapatkan tanpa pernah berpikir kalau mungkin semua itu bukanlah yang benar-benar kita butuhkan."
***
"Sakit tetaplah sakit, bukan?"
"Yap. Tapi entahlah, rasanya aku mulai mati rasa terhadap rasa-rasa sakit itu. Entah karena sudah terlalu sakit, atau karena aku tak lagi mau peduli terhadap rasa sakit itu. Banyak hal lain yang harus aku pikirkan selain rasa sakit itu."
"Seseorang pernah mengatakan hal itu padaku. Menurutku, orang-orang seperti kalian adalah orang-orang yang berjiwa besar. Karena sakit yang dibebankan pada kalian hanyalah hal kecil, tak berarti apa-apa. Karena kalian selalu bisa bersyukur, tanpa harus disibukkan dengan pikiran untuk membalas rasa sakit itu."
"Bersyukur, mungkin itulah kuncinya. Sebagai manusia, sangat wajar kita pernah mengalami sakit yang benar-benar menyesakkan. Ada saat-saat dimana kita down karena itu. Jangan menghindarinya, hadapi saja. Kita butuh memberi diri kita waktu untuk menikmati rasa sakit itu. Hanya saja, jangan pernah lupa untuk melangkah lagi."
*Untuk mereka, yang telah ada untuk sama-sama belajar tentang banyak hal. Aku percaya, setiap orang yang telah menyentuh hidupku membawa bagian yang akan melengkapiku. Muchas gracias.
10 September 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar